Selasa, 21 Mei 2013

The White Face in the Window【Part 1】


Musim dingin lalu aku berjalan melewati taman di dekat apartemenku ketika aku berpapasan dengan 5 anak muda sedang memukul sebuah benda dengan sebuah palu. Memang wajar, anak-anak Chicago mungkin lebih keras dari kebanyakan anak, tapi aku tidak terbiasa melihat hal-hal seperti itu di daerah tempat tinggalku. Aku berlari menghampiri mereka karena rasa penasaran yang besar, tetapi juga untuk memastikan bahwa mereka tidak menyiksa beberapa tupai yang lemah atau merpati atau sesuatu. Jika aku menyadari beberapa hal yang tak terduga dimana aku harus menghubungi yang bersangkutan, aku mungkin akan pulang ke rumah dan mengunci pintu.

Salah satu anak mencengkeram semacam papan kayu gelap yang tertutup dengan cat hitam, dan memegangnya sejauh jangkauan tangannya dengan wajah berpaling dan matanya ditutup. Anak kedua (aku ingat salah satu temannya memanggilnya entah itu Peter atau Paul) dengan agresif mengambil palu dari tangan anak yang telah mengayunkan palu itu pada papan kayu. Sementara dua anak lain menyaksikan tanpa mengucapkan sepatah kata. Terlepas dari semua ayunan palu dan perdebatan mereka, kulihat permukaan papan itu tampak halus sempurna dan utuh dari sudut pandang tempatku. Aku memakai suara orang dewasa terberat yang aku bisa dan membuat anak-anak untuk berhenti berteriak dan berebut palu cukup lama, kemudian aku bertanya kepada mereka apa yang mereka sedang coba lakukan.

Anak yang sedang membawa palu (Peter atau Paul) melihat tepat ke wajahku dan berkata, “kami akan menghancurkan iblis itu menjadi enam bagian dan menguburnya di hutan.”
Aku tertegun tetapi juga geli mendengarnya. Aku membayangkan dia telah menonton sesuatu seperti ini di televisi dan aku pun tertawa kecil seraya aku bertanya, “jadi, kalian pikir papan itu iblis?”

Peter atau Paul nampak tak begitu senang dengan pertanyaanku dan berkata “Kau ini bodoh atau apa? Benda itu bukanlah sebuah papan!”

Saat aku mengambil pandangan pertama pada papan kayu itu dengan dekat, aku terkejut melihat bahwa seluruh permukaan tidak dicat dengan cat hitam seperti saat kulihat pertama kali di kejauhan. Dimana sebenarnya dicat tangan pada sudutnya yang hampir ditutupi dengan bahasa yang tak ku ketahui. Itu tampak samar-samar seperti bahasa Asia atau timur tengah. Itu sangat asing bagiku, yang terdapat disamping benda itu dari kiri atas dan pojok kanan, dimana nampak lukisan yang sangat detail dari matahari dan bulan. Di tengah-tengah dari kedua matahari dan bulan terdapat wajah menakutkan dengan ekspresi hampa. Ketika aku berpikir tentang detail terakhir itu, menjadi jelas bagiku bahwa papan ini adalah semacam papan Ouija antik buatan tangan.

Peter atau Paul menjelaskan kepada ku bahwa kakeknya memiliki sebuah toko barang antik dan di akhir hidupnya, dia telah meminta agar ibu anak itu mengambil papan ini dari lemari besi toko dan menghancurkannya menjadi enam bagian dan segera membuangnya, mengubur setiap bagiannya di hutan tidak kurang dari satu mil terpisah dari satu sama lain. Dia tidak akan mengatakan mengapa hal ini harus dilakukan, tetapi terus menerus menyebut papan itu sebagai "Dasar Setan Kayu". Ketika ibu anak itu menolak, berpikir bahwa itu menggelikan seperti setiap orang yang rasional, kakeknya telah memberi ijin pada anak itu dan teman-temannya, memberi mereka kunci toko, dan mengatakan kepada mereka kombinasi dari lemari besinya. Aku ingat dia mengatakan bahwa ia kecewa, dia selalu berpikir yang berada di lemari besi simpanan kakeknya adalah harta karun bajak laut kuno.

Setelah meraih papan kayu dari lemari besi itu, tetapi, anak-anak telah mengalami dua masalah. Pertama, papan itu keras seperti batu dan cara terbaik untuk menghancurkannya berubah menjadi perdebatan mereka ketika sekarang mengetahui bahwa palu tak menggores sedikit pun papan itu. Masalah kedua adalah bahwa hutan di Chicago sangat jarang, dan hutan yang cukup besar untuk mengubur papan ini secara beberapa mil terpisah dari satu sama lain sangat langka. Menyadari itu kemungkinan besar bukan ide terbaik untuk menjadikannya masalah keluarga anak-anak itu ketika palu dan papan kayu ouija yang terlibat, aku pikir aku adalah pilihan terbaik untuk menghancurkan papan itu sendiri untuk memastikan anak-anak itu tidak terluka, kemudian aku pun yakin dengan pilihanku.

Hal ini terbukti sangat sulit. Aku ingat berpikir bahwa papan itu sudah diperkuat dengan pelat baja atau sesuatu. Aku memukul papan itu dengan palu untuk keseratus kalinya ketika aku ingat bahwa aku punya gergaji besi yang telah ku beli untuk menyingkirkan dahan pohon patah dua tahun sebelumnya, dan tidak pernah menyentuhnya lagi sejak saat itu. Aku mengatakan kepada anak-anak untuk duduk diam dan berlari jogging menyusuri blok apartemenku. Pada saat aku kembali salju turun dan anak-anak mengambil salju dan mulai melemparkannya pada satu sama lain seperti gumpalan daripada terlihat seperti bola salju. Itu adalah musim dingin ringan yang tak biasa bagi kami tahun lalu dan ku pikir ini mungkin adalah awal dari badai salju yang kami rasakan setiap tahun jika aku ingat dengan benar. Lima dari mereka terus bermain dengan salju saat aku mulai memotong papan itu dengan gergaji.

Butuh waktu yang sangat lama tapi sepertinya berhasil. Ketika bagian pertama jatuh aku mengambilnya dan melihat bahwa derai kayu yang telah dipotong itu tidak seperti yang pernah kulihat sebelumnya, nampak berbentuk spiral dalam pola yang sangat berbeda yang aku masih bisa membayangkan di kepalaku. Kayu yang tak di cat nampak berwarna coklat kemerahan.

Ketika papan itu sudah menjadi enam potongan Peter atau Paul meraih bagian sudut papan dengan gambar matahari, kemudian dia dan salah satu temannya berlari dengan jarak pendek ke daerah hutan di tepi taman dan menguburkannya sekitar beberapa kaki dalam tanah. Dengan begitu, anak-anak lain menjelaskan kepada ku bahwa mereka berencana menghabiskan hari ini naik kereta layang dan membawa potongan-potongan papan itu ke berbagai daerah yang berhutan yang akan mereka temukan. Mereka hanya membutuhkan suatu tempat yang luas untuk mengubur keenam bagian papan itu dan tidak ada rencana lainnya. Kebetulan hari itu adalah Minggu, jika aku ingat, jadi aku menawarkan pada mereka untuk melakukannya dalam perjalananku untuk bekerja pada hari berikutnya dan mereka setuju bahwa itu adalah rencana yang baik. Saat mereka berlima berjalan pergi ke arah utara, aku melihat mereka masuk stasiun untuk kereta api Blue Line dan aku tidak pernah melihat mereka lagi.

Malam itu juga saat badai salju mulai benar-benar buruk, aku ingat berpikir bahwa aku berharap aku tidak pernah membuat kesalahan dengan membiarkan mereka pergi sendiri, tetapi orang dewasa aneh yang berkeliaran dengan lima anak-anak cenderung memberi orang gagasan yang salah, terlepas dari apakah dia sedang mengawasi untuk keselamatan mereka. Aku berharap mereka sudah sampai rumah sebelum badai terjadi.

Sudut dari papan yang aku punya adalah sudut dengan lukisan bulan dengan ekspresi kosong. Aku benar-benar merencanakan untuk menguburnya, aku bersumpah akan aku lakukan, tapi aku terjebak dalam salju yang turun di pagi hari berikutnya dan papan itu berakhir di laci meja sudut ruangan. Aku tidak tahu apakah kau pernah merasakan salju turun selama musim dingin di Chicago, tetapi ketika hal ini terjadi, langit cenderung mengirimkan salju besar yang mendorong semua salju membentuk seperti pegunungan di atas semua mobil yang diparkir, tidak ada yang akan mampu bergerak atau keluar rumah sejauh satu inci untuk setidaknya dalam dua hari.


next: part II
sumber:  https://www.facebook.com/pages/cerita-misteri-dunia-dan-kisah-urban-Legend/185802188196131?fref=ts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar